Kanvas Putih akan tanpa arti tanpa seorang pelukis dan kuasnya...
Tak berharga... terongok dalam diam, terlupakan sia-sia........
Sang Pelukis datang dengan kuas dan catnya.......
Melukis kanvas dengan apa yang dipikir dan dirasa..........
Tangan sang pelukislah yang memberi nyawa...
Sang pelukislah yang memberi harga... memberi rupa dan memberi
ingatan....
Dan seringkali sang pelukis lupa... dalam kanvas ada nyawa.... dalam
kanvas ada jiwa...
Hanya karena kanvas tidak mengeluh.. bukan berarti dia tidak punya
keinginan....
Kanvas diam karena berterima kasih... karena warna yang dibawa sang
pelukis.....
Namun sang pelukis janganlah melupakan... jangan lah mengabaikan....
Lukisan yang indah.. adalah lukisan yang berjiwa....
Sang pelukis mendengarkan saat kuas, cat dan kanvas saling berbicara
Saling menghargai... berterima kasih membetuk harmoni.....
Lukisanan yang akan dikenang masa karena berjiwa.....
Sang Pelukis dengan arogan memilih warna tanpa mendengar suara sang
kanvas
Berpikir bahwa selayaknya kanvas harus menerima tanpa mengeluh.....
Mengabaikan jeritan hati sang kanvas... akan warna suram yang dia tuangkan
sang pelukis
Mengabaikan... bahwa sang kanvas ingin agar ada bagian putih yang
tersisa...
Bagian dimana sang pelukis belum menjamah... bagian yang tidak ingin
diwarna oleh sang pelukis...
Tersisa agar bisa membingkai abadi warna sang pelukis pikir sang kanvas...
Namun sang pelukis tidak sadar, seluruh kanvas diberi warna.... sehingga
tak abadilah sang kanvas...
Sang pelukis boleh berbangga pada kuas, dan catnya.....
Namun Tanpa kanvas.... jati diri apa yang bisa ditunjukkan oleh sang
pelukis...
Kanvas tanpa sang pelukis mungkin tidak akan pernah berwarna...
Namun tanpa sang pelukis.. maka kanvas akan tetap abadi sebagai yang tak
berarti....